I.
Terjadinya
Bhuwana Agung
Bhuwana Agung dulunya tidak ada lalu ada,
kemudian tidak ada lagi dan demikian seterusnya. Disebut masa Srsti atau Brahma
Diwa saat alam semesta ada (siang hari Dewa Brahma). Disebut masa Pralaya atau
Brahmakta saat alam semesta tidak ada (malam hari Dewa Brahma). Proses tercipta
Bhuwana Agung berlangsung secara berjenjang, dari jenjang halus (Niskala)
sampai jenjang kasar (Sekala). Pada mulanya Bhuwana Agung diciptakan oleh Tuhan
yang bergelar Rudra. Beliau mempergunakan satu maya yang memiliki beraneka
tenaga. Dari maya ini muncul
Tri Guna :
Tri Guna :
1. Sattwan
2. Rajas
3. Tamas
Melalui Maya yang diliputi Tri Guna maka
bergeraklah unsur-unsur yang menjadikan Bhuwana Agung antara lain Pramanu,
akasa, Kola dan Dik. Meraka berputar dan berubah masing-masing menuju pada
posisinya sehingga muncul dunia, bintang, matahari, bulan dan planet-planet.
Setelah proses terbentuknya Bhuwana Agung
melalui proses evolusi dari Paramanu dan Akasa maka Tuhan (bergelar Rudha)
mengisi alam semesta dengan kehidupan.
Proses Terjadinya Bhuana Alit
II .Terjadinya Bhuwana
Alit
Asal mula Bhuwana Alit
(manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan) pada dasarnya sama.Makhluk hidup pertama
diciptakan adalah Stawara (Tumbuhan), golongan Eka Pramana.Trana: Bangsa rumput
yang hidup di air dan di darat Lata: Bangsa tumbuhan menjalar di tanah dan di pohon
Taru: Bangsa semak Gulma:
Bangsa pohon berkayu dan berongga Janggama:
Bangsa tumbuhan yang hidupnya menumpang pada pohon lain Makhluk hidup kedua diciptakan adalah Marga Satwa (Hewan), golongan Dwi Pramana.
Swedaya: Bangsa binatang satu sel yang hidup di air
Andaya: Bangsa binatang yang bertelur, hidup di air,
darat dan udara
Jarayuda: Bangsa
binatang yang menyusui, pemakan rumput dan pemakan daging
Makhluk hidup ketiga
diciptakan adalah Nara Marga (Manusia), golongan Tri Pramana.
Nara Marga: Manusia
binatang, berbadan manusia dan berkepala
singa Wamana: Manusia kerdil ,Jatma Manusia: Manusia sempurna
singa Wamana: Manusia kerdil ,Jatma Manusia: Manusia sempurna
III. Contoh Kutipan Cerita Tentang Hhuanan Agung Bhuana dan Alit
Pemutaran
Mandaragiri
Dikisahkan pada zaman Satyayuga, para Dewa dan asura (rakshasa) bersidang di puncak gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan tirta amerta, yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. Sang Hyang Nārāyana (Wisnu) bersabda, "Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (Kserasagara), sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah!"
Setelah mendengar
perintah Sang
Hyang Nārāyana, berangkatlah para Dewa dan asura pergi ke laut Ksera. Terdapat sebuah gunung
bernama Gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), tingginya
sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh Sang Anantabhoga beserta segala isinya. Setelah mendapat izin
dari Dewa
Samudera, gunung Mandara
dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon
katanya sebagai penjelmaan Wisnu, menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung
Mandara supaya tidak tenggelam.
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit lereng
gunung tersebut. Dewa Indra
menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah
siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan
menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para
asura dan rakshasa memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi
mendapatkan tirta amerta
sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan bisa membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan.
Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan
rakshasa. Lemak segala binatang di gunung Mandara beserta
minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara
pun makin diperhebat.
Relief dari Angkor
Wat, Kamboja, menampilkan pemutaran Mandara Giri: Wisnu di tengah, awatara beliau yang berwujud Kurma di bawah, para asura dan Dewa di sebelah kiri dan kanan.
Timbulnya racun
Saat lautan diaduk,
racun mematikan yang disebut Halahala menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala
makhluk hidup. Dewa Siwa
kemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebut Nilakantha
(Sanskerta: Nila: biru, Kantha: tenggorokan). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, binatang,
dan harta karun muncul, yaitu:
- Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur
- Apsara, kaum bidadari kahyangan
- Kostuba, permata yang paling berharga di dunia
- Uccaihsrawa, kuda para Dewa
- Kalpawreksa, pohon yang dapat mengabulkan keinginan
- Kamadhenu, sapi pertama dan ibu dari segala sapi
- Airawata, kendaraan Dewa Indra
- Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran
Akhirnya keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta. Karena para
Dewa sudah banyak mendapat bagian sementara para asura dan rakshasa tidak mendapat bagian sedikit pun, maka para
asura dan rakshasa ingin agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta
amerta berada di pihak para asura dan rakshasa dan Gunung Mandara dikembalikan
ke tempat asalnya, Sangka Dwipa.
Perebutan tirta amerta
Melihat tirta amerta berada di tangan para asura dan rakshasa, Dewa Wisnu memikirkan siasat bagaimana merebutnya kembali.
Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita yang sangat cantik, bernama Mohini. Wanita cantik tersebut menghampiri para asura
dan rakshasa. Mereka sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita
jelmaan Wisnu. Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta
amerta kepada Mohini. Setelah mendapatkan tirta, wanita tersebut lari dan
mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu. Melihat hal itu, para asura dan
rakshasa menjadi marah. Kemudian terjadilah perang antara para Dewa dengan asura dan rakshasa. Pertempuran terjadi
sangat lama dan kedua pihak sama-sama sakti. Agar pertempuran dapat segera
diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan senjata
cakra yang mampu menyambar-nyambar
para asura dan rakshasa. Kemudian mereka lari tunggang langgang karena
menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para Dewa.
Para Dewa kemudian
terbang ke Wisnuloka, kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka
meminum tirta amerta sehingga hidup abadi. Seorang rakshasa yang merupakan anak
Sang Wipracitti dengan Sang Singhika mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah
wujudnya menjadi Dewa dan turut serta meminum tirta amerta. Hal tersebut diketahui oleh Dewa Aditya dan Chandra, yang kemudian melaporkannya kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata
chakranya dan memenggal leher
sang rakshasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya. Badan
sang rakshasa mati, namun kepalanya masih hidup karena tirta amerta sudah
menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada Dewa Aditya dan Chandra, dan bersumpah akan memakan mereka pada
pertengahan bulan.
Dikutip dari Kurma Purana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar